JOSINDONESIA

JOSINDONESIA

DEFINISI DIFTERI

Definisi Difteri 



A. DEFINISI
Difteri ialah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diphtheriae, yang ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentu membran pada tempat infeksi dan diikuti oleh gejala umum karena eksotoksin yang diproduksi basil ini. (Junadi, Purnawan, dkk. 1982)

B. EPIDEMIOLOGI
Distribusi penyakit ini di seluruh dunia, terutama di negara-negara miskin, yang penduduknya tinggal pada tempat-tempat permukiman yang rapat, hygiene dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang.
Biasanya epidemi terjadi pada musim gugur. Di Amerika, sejak tahun 1970 sampai 1976 ditemukan 248 kasus (rata-rata 58 kasus per tahun). Golongan umur yang paling sering terkena antara 2 – 10 tahun. Jarang ditemukan pada bayi dibawah 6 bulan dan jarang pada orang dewasa diatas 15 tahun.
Penularan terjadi bila kontak dengan pasien difteri / dengan carier difteri. Basil ditularkan dengan kontak langsung melalui batuk, bersin / berbincang dan kontak tidak langsung melalui debu, baju, buku yang terkontaminasi.

C. ETIOLOGI
Corybacterium diphteriae (idebs – loeffler), tidak bergerak, aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin. Basil ini hanya tumbuh pada medium tertentu. Basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni yang kecil. Menurut bentuk, besar dan warna koloni yang terbentu, dapat dibedakan 3 jenis basil ini, yaitu :
1. Gravis
Koloninya besar, kasar, berwarna abu-abu, tidak menimbulkan hemolisis eritrosit.
2. Mitis
Koloninya kecil, halus, warna hitam, dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
3. Intermediate
Koloninya kecil, dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
Semua jenis basil ini dapat memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya berbeda.
Untuk membedakan jenis virulen dan nonvirullen dapat diketahui dengan pemeriksaan :
1. Uji presipitasi agar ges (elektriforesis).
2. Inokulasi intramedial.
Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini kadang-kadang dikacaukan dengan adanya basil difteri.

D. PATOGENESIS DAN PATOLOGI 
Penyakit difteri timbul dimulai dengan masuknya basil “corynebacterium diphteriae” ke dalam hidung, mulut dan berkembang pada mukosa saluran nafas bagian atas terutama daerah tonsil, kadang-kadang di daerah kulit, konjungtiva / genital. Basil kemudian akan memproduksi eksotoksin.
Toksin yang terbentuk akan diabsorbsi melewati membran sel mukosa, menimbulkan peradangan diikuti oleh nekrosis, selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah menyebar ke seluruh tubuh menimbulkan kerusakan jaringan di organ-organ tubuh menimbulkan kerusakan jaringan berupa degenerasi, terutama jantung, ginjal, hati, kelenjar adrenal dan jaringan syaraf. Apabila mengenai jantung menimbulkan miokarditis dan payah jantung, kerusakan jaringan syaraf menimbulkan paralysis. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan jantung / asfiksia karena obstruksi saluran nafas.
Pemakaian obat-obata imunosupresif dapat menyebabkan beberapa jenis ini menjadi invasif dan dapat menimbulkan kematian.

E. KLASIFIKASI 
Klasifikasi difteri dapat dilakukan secara klinis menurut lokalisasinya terjadi infeksi pertama yaitu, sbb :
1. Difteri Nasal anterior
Timbulnya keluhan dan gejala terjadi secara perlahan-lahan, dimulai dengan serangan seperti demam, lesu, dan rinorea. Keadaan ini menimbulkan ekskoriasi pada lubang hidung dan bibir atas. Miokarditis dan paralisis jarang terjadi. Difteri sangat berbahaya bagi masyarakat karena sangat infektif, karena gejala-gejala ringan sehingga kadang-kadang tidak terdiagnosis.
2. Difteri Nasal Posterior
Membran terbentuk pada daerah nasofarinks, sering luput dari pemeriksaan. Difteri ini lebih berat daripada D. N. anterior.
3. Difteri Fausial
Serangan penyakit terjadi secara terselubung, pada fase permulaan timbul demam yang tidak tinggi (38oC), sakit kepala, lesu.
Membran terbentuk dalam waktu 1 – 2 hari, bergantung pada imunitas pasiennya. Ditemukan juga pembesaran kelenjar getah bening leher yang besarnya bervariasi. Pada keadaan berat : pucat, terbuka, tidak mau makan / minum, badi cepat, tekanan darah turun, reflek tendon turun, nafas cepat, sianosis      kematian (karena kegagalan jantung).
4. Difteri Larinks
Perjalanan dari difteri fausial. Gejala tidak menonjol, pada permulaan timbil batuk-batuk kering, suara parau pada keadaan lebih lanjut : obstruksi saluran nafas, asfiksia dan sianosis.
5. Difteri kulit
Sangat jarang terjadi, biasanya kelainan berbentuk ulkus yang mempunyai tepi berbatas tegar.
6. Difteri konjungtiva
7. Difteri vulva / vagina

F. MANIFESTASI KLINIS 
Tergantung dari :
1. Lokasi infeksi.
2. Imunitas penderitanya.
3. Ada / tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah.
Masa inkubasi : 1 – 10 hari (tersering 2 – 4 hari)
1. Gejala umum
Demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemah.
2. Gejala lokal
Pilek, nyeri waktu menelan, sesak nafas, suara serak.
3. Gejala akibat eksotoksin
Tergantung kepada jaringan yang terkena seperti : miokarditis, paralysis, jaringan saraf dan nefritis.

G. KOMPLIKASI 
Timbulnya komplikasi dipengaruhi oleh keadaan sebagai berikut :
1. Virulensi basil difteri.
2. Luas membran yang terbentuk.
3. Jumlah toksin yang diproduksi oleh hasil difteri.
4. Waktu antara mulai timbulnya penyakit sampai pemberian antitoksin.
Komplikasi-komplikasi adalah :
1. Kelainan kardiovaskuler (miokarditis)
Umumnya terjadi pada hari ketiga sampai ke 21 tergantung dari berat / ringannya penyakit. Manifestasi klinisnya : takikardi, suara jantung lemah, aritmia, gagal jantung, penyembuhan miokarditis sampai sempurna membutuhkan waktu tiga bulan.
2. Kelainan neurologis
Saat timbulnya komplikasi ini bervariasi tergantung pada jumlah toksin  yang diproduksi dan cepat / lambatnya pemberian antitoksin terjadi pada minggu ke 3 – 6.
3. Infeksi sekunder
Bila terjadi lokasi pada tempat infeksi / daerah lain.

H. DIAGNOSIS 
Sebaiknya dibuat berdasarkan penemuan keluhan dan gejala-gejalanya yang khas, karena keterlambatannya diagnosis dapat menyebabkan penyakit bertambah berat.
Diagnosis pasti berdasarkan ditemukannya corynobacterium diphteriae baik dengan micros kopis secara langsung / dengan biakan dari lesinya. Pemeriksaan mikroskopik secara langsung kadang tidak memberikan hasil yang pasti, karena itu hasil yang negatif belum bisa menyingkirkan diagnosis.
Pemeriksaan terhadap imunitas bertujuan untuk menentukan ada / tidaknya antibodi terhadap toksin difteri (antitoksin).

Sumber : Junadi, Purnawan, dkk. 1982

0 Response to " DEFINISI DIFTERI "

Post a Comment