JOSINDONESIA

JOSINDONESIA

DEFINISI BRONCHOPNEUMONIA

Bronkopneumoni



1. Pengertian 
Bronkopneumoni merupakan suatu cadangan pada perenkim paru yang meluas sampai bronkeoli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus (sujono dan sukarmin, 2009). Bronkopneumoni adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dipsnie, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Hidayat, 2011).
Bronkopenemoni merupakan suatu peradangan paru yang menyerang dibronkoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi dilobuli yang berdekatan (Nurarif dan Hardhi, 2013). Bronkopneumoni dimulai pada bronkeolus terminal, yang tersumbat dengan eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang terkonsolidasi pada lobus-lobus didekatnya (Wong Dona L. dkk, 2008). 
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru-paru yang menyebar kedinding bronkeoli (saluran nafas kecil pada paru) yang menyebar ke saluran pernafasan pada bronkus.  

2.Etologi 
  Secara umum bronkopneumoni diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organism pathogen. Organ normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat (Nurarif dan Hardi, 2013).
  Penyebab tersering terhadap anak meliputi Pneumokokus, Streptococcus pneumonia, Stapilakokus aureus, Haemophillus influenza, Jamur (seperti candida albicans), dan Virus. Penyebab tersering terhadap bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinngi (Sujono dan Sukirma, 2009). 
Bahwa penyebab pneumoni pada anak dan bayi meliputi dengan adanya virus, jamur, dan benda asing, serta meliputi streptococcus grup B dan bakteri garam negative seperti E. Colli, pseudomonas sp, atau klebsiella sp. Pada bayi dan anak pneumonia di sebabkan oleh infeksi streptococcus pneumonia, haemopillus infleenzae tipe B, dan staphylococcussaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar itu disebabkan oleh infeksi mychoplasma pneumonia. Hal ini menurut peneliti Fadhila A (2013).  
Menurut Faiz Mochammad Silmy, dkk, (2014) bahwa pada anak usia sekolah bronkopneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A atau B dan berbagai bakteri, yaitu S pneumonia, Streptococus A dan Mycoplasma.  

3. Manifestasi klinis 
Bronkopneumoni biasanya didahului oleh suatu infeksi disaluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronkopneumonia mengalami tada dan gejala yang khas seperti megigil, demam, nyeri dada pleuritis, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan atot aksesorius dan bisa timbul sianosis. terdengar adnya kerkles diatas paru yang sakit dan derdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Nurarif dan Hardhi, 2013). 
Menurut Rahmawati, dkk, (2013) pada gejala yang muncul seperti demam itu dilakukan dengan kompres hangat dibagian tubuh seperti aksila dan frontal, dan demam juga dapat memberikan dampak negativ, dan akan mengakibatkan peningkatan metabolisme, kehilangan cairan dan elektrolit, nyeri kepala, nyeri sendi, lemah, perasaan tidak nyaman, kurang nafsu makan, susah tidur, dan gelisah. 

4. Patofisiologi 
Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melaui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai broukeolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasiyang terbesar kepada kedua paru-paru, lebih banyak pada bagian bangsal. brounkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada diudara, aspirasi organisme dari nasofharinks atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalu saluran nafas masuk ke brounkeoli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus khon dari alveoli keseluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli (Sujono dan Sukarmen, 2009).
 Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas, Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatny cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi dada infeksi pada paru, akan tetapi apabila infeksi saluran pernafasan bawah tidak dapat berlangsung baik dan menyebabkan kapiler dan alveoli, iritan PMN eritrosit pecah dan menyebabkan pergeseran paru, penurunan capliance paru, dan suplai O2 menurun, dari hiperventilasi menyebabkan dipsneu, dan menjadi retraksi dada/ nafas cuping hidung. Dari hipoksia menyebabkan anaerob meningkat menjadi akumulasi asam laktat dan fentique. Selain itu banyak eksudat sering terjadi karena absopsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen brounkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas (Nurarif dan Hardi Kusuma, 2013). 

5. Penatalaksanaan 
1. Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia :
  1. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk menghidari resistensi antibiotik. 
  2. Korelasi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan Nacl 0,9 dlam perbandingan 3:1 ditambah larutan kcl 10 mEq/500ml/botol infuse. 
  3. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang dan hipoksia, maka dapat diberikan kereksi sesuai dengan hasil analisi gas darah arteri. 
  4. Memberikan makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya. 
  5. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti memberikan terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah megeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus (Sujono dan Sukarmin, 2009). 

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Fadhila, (2013). Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga stadium khas yang diberikannya sebelumnya tidak terjadi, setelah itu diberikan ampicilin 300mg/12 jam. Sehingga perlu ditambah antibiotik yang lebih luas terhadap bakteri gram positif.  
Menurut Siahaan MLI, (2013) Antibiotik intravena harus diberikan pada bronkopneumonia anak ketika anak tidak mentoleransi antibiotik oral (missal karena muntah) atau menunjukkan gejala dan tanda klinis yang berat.

2. Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia adalah sebagai berikut : Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui pemberian kompres, Latihan batuk efektif dan fisioterapi paru, Pemberian oksigenasi yang adekuat, Pertahankan kebutuhan cairan, Pemberian nutrisi yang adeuat (Hidayat, 2013). 
Hal ini disampaikan peneliti Rahmawati, dkk, (2013) tindakan keperawatan dalam menjaga suhu tubuh biar stabil kompres hangat  di bagian tubuh dan bisa di bagian frontal atau axsilla. Dan juga dengan pemberian cairan untuk memenuhi kebutuhan cairan. Dari Fadhila, (2013) diberikan O2 melalui sungkup resevior yaitu 6-10 1/menit untuk memberikan konsentrasi oksigen 60-99%. 
Berdasaran penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti Suhartatik dan Sarmia, (2014) bahwa jumlah balita yang menderita bronkopneumonia berulang dengan status gizi normal sebanyak 6 balita (15%), sedangkan jumlah balita yang menderita bronkopneumonia tidak berulang dengan status gizi normal sebanyak 18 balita (45%) dan jumlah balita yang menderita bronkopneumonia berulang dengan gizi yang tidak normal 12 balita (30%) sedangkan balita yang menderita bronkopeneumonia tidak berulang dengn status gizi yang tidak normal sebanyak 4 balita (10%). 

6. Pemeriksaan Penunjang 
  1. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan darah, Pemeriksaan sputum, Analisa gas darah, Kultur darah, Sampel darah, sputum, dan urin. Hal ini disampaikan oleh peneliti Silmy, dkk (2014) peneliti melakukan bahwa penderita bronkopneumonia harus dilakukan pemeriksaan laboratorium biasanya terdapat peningkatan leukosit tergantung dari penyebab etiologi pada pneumonia tersebut. Pada pemeriksaan radiologi penderita bronkopneumonia sebagian besar ditandai dengan adanya tiga gejala dari hasil pemeriksaan thorak sesuai dengan letak dimana infeksi dan inflamasi berasal.
  2. Pemeriksaan Radiologi : Rontgenogram thoraks, Laringoskopi / brounkoskopi memberi gambaran atau hasil bervariasi yaitu: 1) bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia, 2) bercak konsolidasi atau lobus pada pneumonia lobaris, 3) gambaran brounkopneumonia difus atau infiltrate pada pneumonia stafilokokok (Nurarif dan Hardhi, 2013). 


7. Karakteristik Balita dan Anak 
Pertumbuhan dan perkembangan balita dilihat pada bertambahnya berat dan panjang tubuh, bertambahnya organ tubuh serta fungsinya, dan bertambahnya respon stimulus (Siswanto, 2010). Perkembangan anak adalah segala perubahan pada anak yang meliputi aspek motorik, emosi, kognitif, dan psikososial (Sari dkk, 2012). Cirri-ciri perkembangan balita menurut Suharmini (2009) meliputi empat aspek yaitu :
  1. Perkembangan kognitif : Jean Piaget menyambut usia balita dengan tahap pra-operasional yang memiliki 2 karakteristik yaitu: 1) Kelibihan tahap pra-operasional: meliputi peningkatan fungsi simbolik seperti meniru perilaku orang lain di sekitarnya, pemahaman identitas, pemahaman sebab-akibat, pembuatan klasifikasi, pemahaman terhadap angka dan kuantitas, serta peningkatan fungui akal dan empati: 2) kekurangan tahap pra-operasional: meliputi sikap permusuhan, kegagalan memahami bahwa suatu kegiatan dapat dibalik (irreversibilitas), fokus pada keadaan tetap dari pada perubahan, penalaran yang melompat dari satu fakta ke fakta yang lain (transduksi), egosentrisme, animisme, ketidak mampuan membedakan penampakan dengan kenyataan. 
  2. Perkembangan Emosi: balita mulai menceritakan perasaanya dan memahami bahwa perasaan tersebut berhubungan dengan pengalaman dan kedinginan. 
  3. Perkembangan psikososial (inisiatif vs rasa bersalah ): pada usia balita, anak berinisiatif melakukan berbagai hal, namun orang dewasa di sekitarnya masih menganggap bahwa balita belum boleh melakukan hal-hal tersebut. Maka diusia inilah muncul krisis dimana seorang anak balita ingin melakukan berbagai hal, amun disisi lain terdapat larangan dari orang dewasa di sekitarnya. 
  4. Perkembangan Motorik: 1) keterampilan motorik kasar seperti anak menjadi sangat aktif di bandingkan dengan tahap perkembangan diusia lain; 2) keterampilan motorik halus, yaitu anak usia 3 tahun bisa memegang benda dan jari telunjuk dan ibu jari namun masih kikuk sedangkan anak usia 4 tahun merasa kesulitan menyusun bolak balik menjadi menara karena menginginkan hasil yang sempurna, dan pada usia 5 tahun tangan, lengan dan tubuh gerak bersama dibawah koordinasi mata. 

Tahap tubuh kembang pada anak usia sekolah: 1) lebih menggunakan otot-otot kasar dari pada otot halus dan anak laki-laki lebih aktif dari anak perempuan; 2) mencari lingkungan yang lebih luas sehingga cenderung sering pergi keluar untuk bermain dengan teman-teman; 3) berat badan meningkat 2-3kg pertahun dan tinggi badan meningkat 6-7 cm pertahun (Riyadi dkk, 2009).

Sumber : (Hidayat, 2011).

0 Response to " DEFINISI BRONCHOPNEUMONIA "

Post a Comment