Dengue Syok Syndrome(DSS)
1. Pengertian Dengue Syok Sidrom
Dengue syock syndrome(DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung adanya penemuan efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia (Novriani dalam Candra, 2010).
Menurut Soedarto (2012) menyatakan bahwa dengue syok sindrom merupakan kumpulan gejala demam berdarah dengue disertai terjadinya perembesan cairan di luar pembuluh darah, perdarahan parah dan syok yang mengakibatkan tekanan darah sangat rendah dan biasanya terjadi setelah 2-7 harisesudah demam terjadi. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengue syok sindrom adalah penyakit demam berdarah dengue yang disertai dengan gejala syok dan perdarahan masif sehingga terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan plasma yang sangat rendah.
2. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Klasifikasi demam berdarah dengue meliputi, Derajat I ditandai dengan demam dengan gajala tidak jelas, manifestasi perdarahan hanya dalam bentuk tourniquet positif dan mudah memar.Derajat II terdapatnya manifestasi derajat I ditambah perdarahan spontan, biasanya berupa perdarahan kulit atau perdarahan pada jaringan lainya.Derajat III ditandai dengan terdapat kegagalan sirkulasi berupa tekanan nadi sempit dan lemah serta hipotensi, dengan gejala kulit dingin, lembab dan penderita gelisah.Sedangkan derajat IV ditandai dengan terjadi gejala awal syok berupa tekanan darah rendah dan nadi tidak dapat diukur, dari empat klasifikasi tersebut pada derajat III dan IV di kelompokkan dalam dengue syok sindrom (Soedarto, 2012).
3. Etiologi
Menurut Soedarto (2012), demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam family flaviviridae genusflavivirus. Virus dengue ditularkan ke seorang penderita melalui gigitan nyamuk genus Aedes, yaitu nyamuk aedes aegypti dan albopictus betina. Aedes aegypti tersebar di daerah tropis dan subtropis yang merupakan vektor utama.
Sedangkan penyebab syok sindrom pada demam berdarah dengue karena disfungsi sirkulasi yang disebabkan oleh peningkatan permiabilitas vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinuria, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, volume sekuncup dan penurunan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.Kondisi syok pada demam berdarah dengue berhubungan dengan angka kematian yang tinggi (9%) dan meningkat menjadi 47% jika syok tidak tertangani dengan baik dan menjadi profound shockatau kritis(Pangaribuan dkk, 2014).
4. Manifestasi Klinis
Pada demam berdarah dengue (DBD) derajat III didapatkan adanya kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan darah diastolik (< 20 mmHg) dan tekanan sistolik menurun sampai < 80 mmHg ), sianosis disekitar mulut, akral dingin, kulit lembab, pasien tampak gelisah. sedangkan pada demam berdarah derajat IV didapatkan nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak terukur (Hadinegoro dalam Candra, 2010).
Menurut Soedarto (2012) dan Suriadi & Yuliani (2006) gejala klinis dengue syok sindrom (DSS) sama dengan demam dengue, disertai salah satu keadaan yaitu, Nyeri perut yang hebat dan berlangsung terus menerus, Terjadi perdarahan dari hidung, mulut dan gusi atau mengalami lebam, Sering muntah dengan atau tanpa darah, Tinja berwarna hitam seperti aspal cair atau petis, Penderita merasa sengat haus dan mulut terasa kering, Kulit terasa dingin dan tampak pucat, Penderita mengalami sukar tidur dan sukar beristirahat serta selalu gelisah.
5. Patofiologi
Dengue syok sindrom adalah kumpulan gejala demam berdarah dengue yang disertai syok dan kebocoran plasma disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti dan albopictus (soedarto, 2012). Setelah virus dibawa melalui nyamuk aedes, kemudian beredar di dalam darah (viremia). Selanjutnya terbentuk sistem komplemen C3 dan C5 yang menyebabkan respon hipotalamus sehingga terjadi gejala demam. Selain respon hipotalamus, sistem komplemen C3 dan C5 juga menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Sehingga menyebabkan perembesan plasma ke ruang ekstraseluler yang mengakibatkan volume cairan berkurang. Apabila tidak ada penanganan lebih lanjut dapat menyebabkan syok hipovolemik. Keadaan syok inilah yang di sebut dengan dengue syok sindrom (Putra, 2014).
Pada keadaan syok berat dalam waktu 24-48 jam volume plasma dapat berkurang lebih dari 30 %. Tanda- tanda perembesan plasma dapat diketahui dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium dan terjadinya efusi pleura dan asites. Keadaan efusi pluera dapat menyebabkan pola nafas terganggu, sedangkan asites dapat mengakibatkan mual muntah (Putra, 2014).
Akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah selanjutnya yaitu adanya agresi trombosit yang menyebabkan terjadinya trombositopenia yang berujung terjadinya perdarahan di berbagai organ dan perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial ini dapat menyebabkan penderita dapat mengalami kejang-kejang dan masuk dalam keadaan koma, hal ini dapat memperparah keadaan syok penderita. Perdarahan yang terjadi terus menerus dapat mengganggu kebutuhan perfusi di jaringan baik di pulmonal, kardiovaskuler maupun di jaringan. Apabila keadaan perfusi jaringan mengalami ganguan maka jaringan akan mengalami hipoksia yang berakibat dapat terjadi asidosis metabolik yang selanjutnya dapat berakibat kematian (puta, 2014). Akibat gangguan metabolisme, elektrolit dan perdarahan intranial maka ensefalopati juga kadang terjadi. (Soedarto, 2012).
6. Komplikasi
Menurut Djunaedi (2006) komplikasi dengue syok sindrom meliputi ensenfalopati dengue, komplikasi iatrogenik (infeksi akibat bakteri gram-negatif), kelainan hati, gagal ginjal akut dan edema paru (akibat pemberian cairan secara berlebihan). menurut Soedarto (2012) komplikasi yang terjadi pada penderita dengue terutama terjadi pada waktu dilakukan tindakan pengobatan terhadap demam berdarah dengue dengan syok sidrom sebagai berikut, Komplikasi susunan saraf pusat dapat berbentuk konvulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis serta kejang-kejang kadang terjadi pada fase demam. Keadaan ini mungkin akibat tingginya demam.Ensefalopati merupakan Komplikasi neurologik yang terjadi akibat pemberian cairan hipotonik yang berlebihan pada waktu dilakukan pengobatan terhadap demam berdarah dengue dengan syok sindrom yang penderitanya mengalami hiponetremia. Selain itu ensefalopati juga dapat disebabkan oleh terjadinya koagulasi intravaskuler. Pada ensefalopati penderita mengalami penurunan kesadaran menjadi apatis dan samnolen disertai atau tanpa disertai kejang. Komplikasi lain yaitu berupa infeksi pneumonia, sepsis atau flebitis akibat pencemaran bakteri gram-negatif pada alat-alat yang digunakan pada waktu pengobatan, misalnya pada waktu transfusi atau pemberian cairan infus. Komplikasi overhidrasi disebabkan karena pemberian cairan yang berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya gagal pernafasan atau gagal jantung. Selanjutnya komplikasi berupa gagal hati, Gagal hati berkaitan dengan metabolisme detoksikasi yang merupakan fungsi dari hati ( Setiawati, 2011). Komplikasi Gagal ginjal akut dan sindrom uremia hemolitik dapat terjadi pada penderita yang sebelumnya telah menderita defisiensi glukcose-6-phosphate dehydgrogenase (G6PD) dan hemoglobinopati.
7. Penalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Pemberian terapi oksigen 2-4 liter/ menit, Pemeriksaan hemodinamika meliputi, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu (Soedarto, 2012). Dalam Nettina (2006) penatalaksanaan keperawatan pada kondisi syok meliputi pemantauan yang kontinu terhadap tekanan darah, nadi, suhu, frekuensi jantung, tekanan vena sentral dan irama jantung. Selain itu memantauan frekuensi nafas dan bunyi nafas dilakukan secara kontinu. Pantau haluaran urin setiap jam. Jika terjadi perdarahan pantau hemoglobin dan hematokrit untuk mengkaji perdarahan.
b. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan DSS dengan syok dan perdarahan
a. Pemberian ringer (kristaloid) laktat 20 ml/KgBB/jam diberikan infus cepat. Jika syok teratasi kurangi tetesan menjadi 10 ml/KgBB/jam, bila stabil berikan 500 ml setiap empat jam.
b. Jika Pemberian kristaloid tidak dapat mengatasi syok maka diganti cairan koloidal, pemberian cairan ini maksimum 1000-1500 ml/24 jam karena dapat mengganggu mekanisme pembekuan darah. Jenis cairan koloidal meliputi dekstran, gelatin (larutan berupa isotonik dan isoonkotik), hydroxy ethyi starch.
c. Jika hematokrit kurang dari 30 % maka diberikan juga sel darah merah (Soedarto, 2012).
Didukung dengan penelitian Christianty dkk tahun 2013 menyatakan bahwa pemberian cairan berupa natrium laktat hipertonik mampu mempercepat pemulihan syok pada dengue syok sindrom. Cairan natrium laktat hipertonik dapat diberikan pada awal resusitasi cairan untuk mengatasi syok. Cairan natrium laktat hipertonik adalah larutan NaCl dengan 3-7,5 %.
2. Penatalaksanaan DSS dengan syok tanpa perdarahan.
a. Pengobatan heparin
Heparin diberikan jika terjadi perdarahan tersembunyi yang disertai adanya KID (koagulasi intravaskuler deseminata adalah kelainan trombohemoragi), heparin tidak boleh diberikan, kecuali jika ada tanda-tanda akan terjadi perdarahan.
b. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin, hematokrit dan trombosit dilakukan setiap 4-6 jam. Pemeriksaan homeostasis pada penderita dengan Koagulasi Intravaskuler Deseminata atau KID dilakukan 24 jam sesudah pemberian heparin. Pada penderita tanpa KID pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan jika masih terjadi perdarahan.
c. Pengobatan antibiotik
Pemberian antibiotik jika ada infeksi sekunder pada organ atau tempat lainya, menggunakan obat-obatan yang tidak mengganggu sistem pembekuan darah (Soedarto, 2012).
Didukung oleh penelitian Andriani dkk dalam penelitianya tentang kajian Penatalaksanaan Terapi Pengobatan Demam Berdarah Dengue pada Penderita anak yang menjalani perawatan di RSUP.Dr. R.D Kandau tahun 2013 menyatakan bahwa golongan antibiotik yang banyak diberikan ialah golongan sefalospropin sebanyak 55.41 %, total penderita yang mendapatkan terapi antibiotik sebanyak 50 penderita dari total sampel 62 penderita demam berdarah dengue dan dengue dengan syok.
3. Penatalaksanaan kasus DSS dengan perdarahan tanpa syok
Perdarahan spontan dan masif pada kasus dewasa (jumlah perdarahan 4-5 ml/KgBB/jam) biasanya muncul dalam bentuk perdarahan hidung (epitaksis) yang tidak terkendali meskipun sudah diberikan tampon hidung. Pemberian cairan RL 500 cc/4 jam. Pemeriksaan nadi, tensi, pernafsan dan jumlah produksi urin dilakukan ketat terhadap tanda-tanda dini syok. Pemeriksaan Hemoglobin, Hematokritt dan trombosit diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin hanya dilakukan jika pemeriksaan laborat ditemukan tanda-tanda KID. Transfusi komponen darah hanya dilakukan sesuai indikasi. FFP (fresh frozen plasma) hanya diberikan jika ditemukan defisiensifaktor pembekuan darah. Sedangkan PRC (packed red cell) diberikan jika nilai Hb kurang dari 10 gr%. Transfusi trombosit hanya diberikan jika terjadi trombositopenis ( trombosit < 100000/ul) dengan atau tanpa KID. Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostasis diulang 24 jam kemudian, sedangkan kasus tanpa KID dilakukan jika terjadi perdrahan saja (Djunaedi, 2006).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik sebagai pemeriksaan penunjang yang mendukung adanya diagnosa dengue syok sindrom. Meliputi, pemeriksaan immunoserologi didapatkan Dengue Fever Ig M dan Ig G bernilai positif (Putri, 2014). Pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml), dan hemokonsentrasi yang dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurut standar ( Soedarto, 2012).
Didukung oleh penelitian Setiawati (2011) pada penelitianya mengenai analisis faktor-faktor risiko terjadinya dengue syok sindrom di RSUP Persahabatan dan RSUD Budhi Asih Jakarta menyatakan bahwa pada kasus dengue syok sindrom rata-rata nilai trombositnya 58.000/ml. Nilai normal trombosit 150.000-400.000 per milimeter kubik darah. Pemeriksaan darah terdapat Leukopenia (WBC =5000 sel/mm3) yang dapat membantu dalam membuat diagnosis awal infeksi pada dengue syok sindrom (Sawasdivorn dkk dalam Putri, 2014).
Nilai normal trombosit 150.000-400.000 per milimeter kubik darah. Pemeriksaan darah terdapat Leukopenia (WBC =5000 sel/mm3) yang dapat membantu dalam membuat diagnosis awal infeksi pada dengue syok sindrom (Sawasdivorn dkk dalam Putri, 2014).
Sumber : (Novriani dalam Candra, 2010).
0 Response to " DENGUE SYOK SYNDROME "
Post a Comment