JOSINDONESIA

JOSINDONESIA

DEFINISI CYTOMEGALOVIRUS DISINGKAT CMV

Definisi Cytomegalovirus disingkat CMV



A. PENGERTIAN
Cytomegalovirus disingkat CMV yakni golongan virus DNA yang mempunyai hubungan erat dengan virus-virus herpes, menyebabkan penyakit badan inklusi sitomegalik (cytomegalic inclusion bodies disease). (Mutakin Arif, 2015)
Pada umumnya CMV diisolasi dari pasien penderita panyakit inklusi sitomegali kongenital, kini dikenal sebagai kuman patogen penting yang menyerang semua kelompok umur. CMV yang menyerang manusia adalah satu dari beberapa virus khusus yang berkaitan dengan spesies yang menimbulkan penyakit yang sama pada beragam hewan. Semuanya dikaitkan dengan terjadinya pembesaran sel yang karakteristik, sehingga dinamakan sitomegalovirus.

B. ETIOLOGI
CMV merupakan anggota kelompok virus herpes beta dan mengandung DNA untai – ganda (double – stranded), kapsul protein dan selubung lipoprotein. Seperti anggota kelompok virus herpes lainnya, sitomegalovirus memiliki gambaran ikosahedral yang simetris, bereplikasi dalam sel nucleus dan dapat menyebabkan infeksi lisis dan produktif atau juga infeksi laten. Sitomegalovirus dapat dipisahkan dari virus.

C. EPIDEMIOLOGI
Virus ini termasuk virus tertua dari manusia, 99 % infeksi ini         berbentuk infeksi subklinik. Virus ini menular secara kontak dekat seperi tangan – mulut, mukosa-mukosa. Sitomegalovirus tersebar luas diseluruh dunia. Kira-kira 1 % BBL di Amerika Serikat terinfeksi sitomegalusvirus dan presentasinya menjadi lebih besar di banyak negara berkembang. Lingkungan yang padat dan sarana kerbasihan yang kurang terawat memudahkan penyebaran virus ini. Infeksi umumnya terjadi pada BBL dan anak usia dini. Virus dapat ditemukan pada air susu, air liur, kotoran dan air seni. Penularan sitomegalovirus dapat terjadi diantara anak kecil ditempat penitipan anak dan juga telah diteliti dari anak yang baru belajar sampai ibu hamil dan janin yang sedang berkembang. Bila terdapat anak yang sedang terinfeksi  sitomegalovirus berada ditengah keluarganya, dalam waktu 6 bulan 50 % keluarganya rentan menunjukan hasil yang positif pada pemeriksaan serumya.
Virus ini tidak menyebar melalaui kontak biasa tetapi memerlukan hubungan yang erat atau berulang. Pada usia remaja lanjut dan dewasa muda, sitomegalovirus seringkali menular lewat hubungan seksual, umumnya virus terkandung dalam cairan semen atau cairan serviks pada mereka yang terinfeksi secara asimtomatis. Angka rata-rata fiter antibody yang  dideteksi terhadap sitomegalovirus mencapai 100 % pada wanita tuna susila dan pada pria homoseksual yang aktif, orang dewasa yang aktif secara seksual dapat mengidap beberapa strain sitomegalovirus secara  bersamaan. Transfusi darah lengkap atau sebagian produksinya yang berisi leukosit hidup juga menularkan sitomegalovirus dengan frekuensi 0,14 sampai 10 % per satuan yang ditransfusi.
Selain berinfeksi, seseorang mengindap virus ini sepanjang hidupnya. Kebanyakan infeksi ini berjalan secara laten. Namun dalam hubungannya dengan sistem imunitas limfosit T, sebagaimana sering terjadi mengikuti transplantasi organ atau dalam hubungannya dengan keganasan limfosid serta kekurangan sistem kekebalan tubuh yang didapat, maka sindroma reaktivasi sitomegalovirus seringkali terjadi. Kebanyakan infeksi primer sitomegalovirus   sering terjadi. Kebanyakan infeksi sitomegalovirus pada pasien yang menjalani transplantasi organ terjadi sebagai akibat penularan virus didalam organ cangkok sendiri. Pada individu seropositif sitomegalovirus karena transplantasi, infeksi terjadi sebagai akibat dari reaktivitas virus yang laten atau yang lebih jarang, infeksi ulangan oleh jenis sitomegalovirus yang baru.

D. PATOGENESIS
Infeksi bawaan oleh sitomegalovirus dapat terjadi karena infeksi primer atau infeksi reaktivasi dari ibu. Namun, penyakit yang diderita janin atau BBL hampir selalu dikaitkan dengan infeksi primer ibu. Faktor yang mempengaruhi beratnya infeksi bawaan tidak diketahui. Kurangnya kemampuan untuk memproduksi antibodi penggumpal dan untuk meningkatkan respon limfosit T terhadap sitomegalovirus dihubungkan dengan beratnya peyakit.
Infeksi primer pada usia anak atau dewasa lebih sering dikaitkan dengan respon limfosit T yang hebat yang dapat mengakibatkan timbulnya sindroma mononukleusis yang serupa yang dialami setelah infeksi virus Epstern – Barr. Tanda khas infeksi seperti ini adalah adanya limfosit atipik pada darah tepi, sel ini terutama limfosit T yang beraktivasi dari jenis penekan sitotoksik.
Sekali terkena, selama masa simtomatis ataupun asimtomatis infeksi primer, sitomegalovirus menetap pada jaringan induk semangnya. Penularan setelah tranfusi darah tau transplantasi organ berkaitan dengan infeksi terselubung dalam jaringan  ini. Penelitian bedah mayat menunjukan kelenjar liur dan usus juga merupakan temapat terdapatnya infeksi yang laten.

E. PATOLOGI
 Sel sitomegalik in vivo diyakini sebagai sel epitel yang terinfeksi. Sel ini berukuran 2 – 4 x lebih besar dari pada sel disekitarnya dan seringkali berisi inklusi intra-nuklear berkurang 8 – 10 m yang terletak agak ke pinggir,  dikelilingi, daerah halo yang terang sehigga tampak seperti mata burung hantu. Sel sitomegalik dapat ditemukan diberbagai organ, termasuk kelenjar liur, paru, hati, ginjal, pankreas, kelenjar adrenal dan system saraf pusat. Respons peradangan seluler terhadap infeksi terdiri dari sel plasma, limfosit dan makrofls monosit. Reaksi granulamatosa seringkali dijumpai, terutama dalam hati. Reaksi imunopatologik dapat ditemui pada penyakit sitomegalovirus. Kompleks umum didapati pada bayi yang terinfeksi, kadang dihubungkan dengan glomeralopati yang berhubungan dengan sitomegalovirs. Pada pasien-pasien yang telah mendapatkan transplantasi ginjal juga dapat ditemui glomerulopati kompleks imun ini.

F. MANIFESTASI KLINIS
• Infeksi sitomegalovirus kongenital
Infeksi yang menyerang janin dapat berupa infeksi yang tidak jelas tampak sampai infeksi yang berat dan menyeluruh. Penyakit inklusi sitomegalovirus ini tumbuh pada kira-kira 5 % janin yang terinfeksi dan terdapat hampir selalu pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita infeksi primer selama masa kehamilannya. Gambaran yang paling umum 60 – 80 % adalah petekie, pembesaran hati dan limfa, ikterus. Mikrosefali dengan atau tanpa klasifikasi serebral, retardasi pertumbuhan dalam rahim dan prematuritas terdapat pada 30 – 50 % pasien. Diagnosis banding penyakit inklusi sitomegali  pada bayi adalah sifilis, rubella, toksoplasmosis, herpes simpleks atau infeksi enterovirus dan sepsis bakterialis.
• Infeksi sitomegalovirus perinatal
BBL dapat tertular infeksini ini melalui jalan lahir yang terinfeksi atau  adanya kontak dengan ASI / sekresi lainnya. Sebagian besar bayi yang  tertular pada saat atau beberapa saat sesudah persalinannya akan tetap asimptomatis. Namun, pneumonitis intersial yang berkelanjutan telah dihubungkan dengan infeksi sitomegalovirus bawaan yang didapat sewaktu dilahirkan, terutama pada bayi prematur. Pertambahan berat badan yang sulit, adenopati, ruam, hepatitis, anemia dan limfositosis atipik juga dapat ditemui dan seringkali didapati ekresi sitomegalovirus yang menetap selama beberapa bulan atau tahun.
• Mononukleosus sitomegalovirus 
Manifestasi klinis infeksi sitomegalovirus yang paling sering dijumpai  di luar masa neonatal adalah sindroma mononucleosis heterofil – antibody – negatif. Hal ini dapat timbul secara spontan atau setelah tranfusi produk darah  yang mengandung leukosit. Walaupun sindroma ini dapat timbul pada semua kelompok umur, yang paling sering terkena adalah orang dewasa  muda dengan kehidupan seks yang aktif. Masa tunas berkisar antara 20 – 60 hari dan penyakitnya umumnya berlangsung selama 2 – 6 minggu. Demam tinggi yang berkepanjangan, kadang disertai menggigil, keletihan badan yang berlarut-larut dan malaise, merupakan hal yang khas untuk penyakit ini. Kadang terdapat ruam yang berbentuk seperti pada rubella dan seringkali sesudah pemberian ampisillin.
• Infeksi sitomegalovirus pada pejamu dengan tanggap imun yang lemah
Sitomegalovirus tampak merupakan virus yang paling sering dan paling penting dalam komplikasi setelah transplantasi organ. Pada resipren transplantasi ginjal, jantung, paru-paru hati, sitmegalovirus menyebabkan berbagai sindroma, seperti demam leukopenia, hepatitis, pneumonitis, esofagitis, grastitis, colitis dan retinitis. Jangka waktu resiko yang paling panjang adalah antara 1 – 4 bulan setelah transplantasi. Sindroma sitomegalovirus pada individu dengan tanggap imun yang lemah seringkali dimulai dengan demam yang berkepanjangan, malaise, anoreksia, kelelahan, keringat malam dan nyeri sendi atau nyeri otot.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis sitomegalovirus seringkali tidak dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis saja. Isolasi virus dari sediaan klinis yang sesuai, bersama dengan bukti peningkatan antibody 4 x lipat atau lebih, atau peninggian fiter antibodi yang menetap, merupakan pendekatan diagnosis yang diharapkan. Temuan antigen awal sitomegalovirus atau DNA pada sediaan leukosit darah tepi mempercepat penegakkan diagnosis pada sejumlah populasi. Hasil positif pada pemeriksaan tersebut diikuti dengan hasil kultur yang positif beberapa hari kemudian. Berbagai pemeriksaan serologis dipakai untuk mendeteksi peningkatan antibodi terhadap antigen sitomegalovirus. Pendeteksian lgM spesifik terhadap sitomegalovirus kadang berguna dalam mendiagnosis infeksi yang baru / yang aktif. Faktor reumatoid  yang beredar dapat memberikan hasil yang positif palsu pada test lgM.

H. PENCEGAHAN DAN TERAPI
Sejumlah cara pencegahan berguna bagi pasien beresiko tinggi. Penggunaan darah donor yang seronegatif atau darah yang telah dibekukan, dicairkan kembali dan didegliserolkan sangat menurunkan penularan sitomegalovirus melalui tranfusi. Dengan cara yang sama penggunaan organ atau sumsum tulang hanya dari donor yang seronegatif untuk pasien yang seronegatif menurunkan infeksi setelah transplantasi.
Imun globulin sitomegalovirus dilaporkan dapat menurunkan sindroma yang berhubungan dengan sitomegalovirus serta superinfeksi karena jamur atau parasit pada pasien penerima transplantasi ginjal yang seronegatif. Penelitian yang serupa pada transplantasi sumsum tulang menghasilkan hasil  yang bertentangan. Penggunaan asiklovir provilaksis menurunkan infeksi sitomegalovirus dan penyakit pada penerima transplantasi ginjal yang  seronegatif, walau asiklovir tidak bermanfaat pada terapi sitomegalovirus yang aktif. Gansiklovir (dehidroksi propoksimetil quanin, DPHG) lebih berkasiat terhadap sitomegalovirus. Namun pada transplantasi sumsum tulang dengan pneumonia sitomegalovirus, gansiklovir kurang efektif bila diberikan tersendiri, tetapi respons klinis yang diharapkan timbul sekitar 50 – 70 % bila diberikan bersama dengan imun globulin sitomegalovirus. Resistensi terhadap gansiklovir sering terjadi pada pasien yang telah diobati lebih dari 3 bulan. Foskarnet (sodium fosfeno format) juga bereaksi melawan infeksi sitomegalovirus.

Sumber : Mutakin Arif, 2015

0 Response to " DEFINISI CYTOMEGALOVIRUS DISINGKAT CMV "

Post a Comment