JOSINDONESIA

JOSINDONESIA

DEFINISI STROKE

Definisi Stroke 



1. Definisi
Heriyanto dan Anna (2015) mengatakan stroke adalah kumpulan gejala klinis berupa gangguan dalam sirkulasi darah ke bagian otak yang menyebabkan gangguan fungsi baik lokal atau global yang terjadi secara mendadak, progresif dan cepat yang umumnya menyebabkan hemiparesis pada penderita stroke.
Stroke Non Hemoragik merupakan sebuah keadaan cedera otak yang disebabkan karena adanya obstruksi. Stroke iskemik mempunyai tanda dan gejala berupa lupa sesaat (Apriliyasari dan Prasetyo, 2013) Stroke Non Hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan thrombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi pendarahan. Namun,
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul indema sekunder (Mutaqin, 2008).
Stroke Non Hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak terhenti, ini terjadi ketika setelah bangun dari istirahat.

2. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik berdasarkan perjalanan penyakitnya dibedakan menjadi tiga yaitu yang pertama trancient ischaemic attack (TIA) gangguan neurologis selama beberapa jam saja dan akan hilang kurang dari 24 jam. Kedua adalah stroke involusi gangguan neurologis dalam waktu 24 jam atau beberapa hari. Ketiga stroke komplit (gangguan neurologis yang menetap atau permanen, stroke ini diawali oleh serangan TIA yang berulang (Wijaya dan Putri, 2013).
Sementara menurut Corwin (2009) klasifikasi Stroke Non Hemoragik ada dua, yaitu stroke trombotik dan strok embolik. Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah ke otak sedangkan stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri yang terbentuk di luar otak.

3. Etiologi
Stroke ischemic (non haemorrhage) terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh atherosclerosis yaitu
penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Anggraini dan Edrivania, 2015).
Pudiastuti (2011) mengatakan penyebab Stroke Non Hemoragik ada dua. Pertama karena thrombosis serebral (terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi thrombosis) dan yang kedua adalah emboli serebral (penyumbatan pada pembuluh darah otak karena lemak atau udara).

4. Patofisiologi
Stroke Non Hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan
arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus. Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami kekurangan nurtisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat.
Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit neurologis (Fauzi, 2013).
Nurarif dan Kusuma (2013) memaparkan jika aliran darah ke otak tersumbat maka akan tejadi hipoksia dan menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak dan edema yang mengakibatkan perfusi di jaringan otak tidak efektif. Kemudian akan terjadi penurunan kemampuan fungsi otak dalam menjalankan fungsi neurologisnya. Bila yang terkena iskemik adalah di sistem saraf pusat maka akan terjadi kelemahan otot yang mengakibatkan hambatan dalam beraktivitas dan hambatan dalam melakukan perawatan diri, jika iskemik terjadi di batang otak yang terdapat 12 saraf kranial terutama terjadi di nervus vagus maka akan mengalami kelemahan dalam menelan yang mengakibatkan reflek batuk menurun sehingga sekret akan menumpuk di saluran pernapasan dan bisa terjadi gangguan kebersihan jalan napas dan mengakibatkan pola napas tidak efektif. Jika terjadi kelemahan menelan akan mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan nutrisi dan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran berisiko terjadinya aspirasi. Selanjutnya jika iskemik terjadi di cerebral korteks akan terjadi gangguan bicara.

5. Faktor Resiko
Faktor resiko stroke terbagi menjadi dua yaitu, yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Faktor resiko stroke yang tidak dapat diubah,
meliputi : usia, jenis kelamin, genetik, ras (Dewanto, 2009). Sedangkan menurut Pinzon (2010) faktor resiko stroke yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes, merokok, dislipidemia, obesitas.

6. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala Stroke Non Hemoragik ini dapat berbedabeda pada seseorang yang mengalaminya, karena semuanya tergantung pada arteri di otak yang terpengaruh. Tanda gejalanya adalah yang pertama, tibatiba mengalami mati rasa atau kelemahan (hemiparesis) pada bagian wajah, 
tangan dan tungkai. Kedua, tiba-tiba mengalami kebingungan atau kesulitan dalam hal bebicara, lidah terasa lemah dan kaku, afasia. Ketiga, tiba-tiba kehilangan penglihatan, menjadi kabur, gangguan lapang pandang, diplopia.
Yang keempat tiba-tiba merasa pusing atau hilang keseimbangan dan koordinasi (Yahya, 2007).

7. Komplikasi
Pada stroke berbaring lama dapat menyebabkan masalah emosional dan fisik, diantaranya yang pertama bekuan darah mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru. Yang kedua bisa terjadi dekubitus pada bagian yang bisa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak bisa dirawat bisa menjadi infeksi.
Yang ketiga pneumonia, pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumonia. Yang keempat terjadi atrofi dan kekakuan sendi, hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Yang kelima bisa terjadi kematian apabila tidak segera diobati (Pudiastuti, 2011).

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut batticaca (2008) pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke meliputi : Angiografi serebral (membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri), CT-Scan (mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intra cranial (TIK), Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarakhonoid dan perdarahan intra cranial, kadar protein total meningkat, beberapa kasustrombosis disertai proses inflamasi), Magnetic resonance imaging (MRI) untuk menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV), Ultrasonografi Doppler /USG Doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena yaitu masalah sistem arteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak) dan arteriosklerosis, Elektroensefalogam (electro encephalo gram-EEG) untuk mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik, Sinar tengkorak (menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhonoid), Pemeriksaan laboratorium (darah rutin, gula darah, urin rutin, analisa gas darah, kolesterol).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan meliputi, yang pertama adalah posisikan kepala dan badan 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus bila disertai muntah, boleh dimulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil. Yang kedua yaitu dengan memaebaskan jalan napas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2 L/menit bila ada hasil gas darah. Yang ketiga dengan mengontrol tekanan darah, dipertahankan normal. Yang keempat yaitu suhu tubuh harus dipertahankan. Yang kelima dengan pemberian nutrisi per oral (hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik), bila terdapat gengguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun, dianjurkan menggunakan NGT. Yang keenam dengan mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi (Wijaya dan Putri, 2013). Sedangkan menurut Dewanto (2009) perawatan kandung kemih kateter menetap hanya pada keadaan khusus (kesadaran menurun, dimensia, dan afasia global). Terapi fisik, bicara, dan okupasional sering kali diperlukan pada pasien stroke hemoragik (Padila, 2012).
Upaya penatalaksanaan medis menurut Pudiastuti (2011) dengan rekanalisasi atau reperfusi yakni suatu cara untuk mengalirkan kembali darah yang mengandung oksigen dan nutriennya ke bagian bawah dari hambatan pembuluh darah bagian atasnya untuk mencukupi kebutuhan jaringan otak agar dapat hidup dan berfungsi sebagaimana sebelumnya. Tindakan ini harus diberikan kurang dari 3 jam setelah serangan. Yuniadi (2013) memaparkan terapi revaskularisasi memakai trombolitik intra arterial dengan pemberian obat recombinant tissue plasminogen activator (rTPA).

Sumber : Heriyanto dan Anna (2015)

0 Response to " DEFINISI STROKE "

Post a Comment