Definisi Ketoasidosis diabetik
1. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah penyakit kritis yang ditandai dengan hiperglikemia berat, asidosis metabolik, dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. KAD merupakan akibat dari defisiensi insulin berat yang menyebabkan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak (Gonce, 2011:1302). Dari pengertian diatas didukung dengan hasil jurnal yang menyebutkan bahwa ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolute atau relatif. Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut diabetes militus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Gotera, 2010:126).
Didukung dari hasil jurnal lain yang menyebutkan bahwa ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut diabetes militus Tipe-1 yang paling serius dan merupakan kondisi gawat darurat yang disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif didalam tubuh atau berkaitan dengan resistensi insulin dan disertai peningkatan produksi hormon-hormon kontraregulator seperti glukagon, ketokolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan (Faizi, 2006:2). Jadi ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut metabolik yang sering terjadi pada diabetes mellitus tipe-1 yang paling serius dan mengancam nyawa dan ditandai dengan adanya hiperglikemi, asidosis, dan ketosis yang disebabkan oleh defisiensi insulin baik secara relatif maupun absolut.
2. Etiologi
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan oleh kekurangan insulin baik relative maupun mutlak, yang berkembang dalam periode beberapa jam atau hari. Pada penderita yang baru diketahui, kekurangan insulin diakibatkan oleh kegagalan sekresi insulin endogen, sedangkan pada penderita yang telah diketahui menderita DM tipe 1 disebabkan oleh kekurangan pemberian insulin eksogen atau karena peningkatan kebutuhan insulin akibat keadaan atau stress tertentu. Stress tersebut dapat berupa akibat dari infeksi (Suastika, 2009:111).
Keadaan ini didukung dari hasil jurnal sebelumnya bahwa infeksi yang paling sering diketemukan adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih yang mencakup antara 30% sampai 50% kasus. Penyakit medis lainnya yang dapat mencetuskan ketoasidosis diabetik adalah penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli pulmonal dan infark miokard. Beberapa obat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat juga dapat menyebabkan ketoasidosis diabetik diantaranya adalah kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik, serta penggunaan diuretik berlebihan pada pasien lansia (Sumantri, 2009:4).
3. Manifestasi Klinis
Polidipsi, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian besar gejala ini. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotic) dan dilatasi lambung dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis metabolic dan terjadi bila pH kurang dari 7,2. Secara neurologis 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sedangkan 10% penderita benar-benar koma (Suastika, 2009:113).
Tanda dan gejala menurut Stillwell (2011:257) diantaranya adalah respon neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma. Frekuensi pernapasan mungkin cepat dan dalam (kussmaul) dengan disertai napas aseton. Pasien akan mengalami dehidrasi dan dapat mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan. Mual, muntah, nyeri hebat pada abdomen, dan kembung sering kali terjadi dan dapat keliru dengan gambaran kondisi akut abdomen. Sakit kepala, kedutan otot, atau tremor juga dapat terjadi. Keadaan tersebut didukung oleh hasil jurnal sebelumnya yang menyebutkan bahwa tidak jauh berbeda dengan orang dewasa, 19 penderita KAD pada anak juga menunjukkan keluhan seperti poliuria (74%), polidipsi (63%), polifagi (58%), mual dan muntah (58%), nyeri perut (63%) serta penurunan berat badan (42%) (Haryudi, 2012: 107-110).
4. Patofisiologi
Dari hasil jurnal sebelumnya didapatkan hasil bahwa pada saat terjadi defisiensi insulin, peningkatan level glukagon, katekolamin dan kortisol akan menstimulasi produksi glukosa hepatik melalui mekanisme peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Hiperkortisolemia akan menyebabkan peningkatan proteolisis, sehingga menyediakan prekursor asam amino yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis. Insulin rendah dan konsentrasi katekolamin yang tinggi akan menurunkan uptake glukosa oleh jaringan perifer. Kombinasi peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan penggunaan glukosa perifer merupakan kelainan patogenesis utama yang menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan glikosuria, diuresis osmotik, dan dehidrasi, yang akan menyebabkan poliuria dan mengakibatkan kekurangan volume cairan (Sumantri, 2009:5). Akhirnya jika volume cairan turun sampai tingkat yang cukup rendah, mekanisme kompensasi gagal, tekanan darah menurun dan terjadilah syok (Gonce, 2011:1306). Dari hasil jurnal sebelumnya juga didapatkan hasil bahwa kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitive pada jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat penting untuk glukoneogenesis pada hepar. Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang terdiri atas asetoasetat, ß-hidroksibutirat dan aseton yang prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. ß-hidroksibutirat dan asetoasetat merupakan asam kuat yang dapat menyebabkan asidosis (Faizi, 2006:4).
Penyebab lain asidosis adalah pembentukan asidosis asam akibat kurangnya perfusi jaringan dan hipovolemia. Hal ini memperburuk celah anion yang menurunkan kadar bikarbonat serum. Jika anion bikarbonat menurun karena digantikan oleh anion asam keton, kelebihan gas karbon dioksida harus dibuang melalui paru dengan cara hiperventilasi. Akibat dari hiperventilasi akan menyebabkan peningkatan kedalaman napas lebih cepat dari pada peningkatan kecepatan napas yang dikenal sebagai pernapasan kussmaul, sehingga menyebabkan terjadinya ketidakefektifan pola napas (Gonce, 2011:1303). Hiperglikemia menyebabkan penurunan volume, yang pada gilirannya menurunkan hilangnya glukosa lewat urine dan memungkinkan gula darah meningkat bahkan lebih tinggi. Keadaan ini dapat menyebabkan letargi, stupor dan akhirnya koma sehingga mengakibatkan resiko cedera pada otak (Gonce, 2011:1303).
Keadaan ini didukung oleh hasil jurnal sebelumnya yang menyebutkan bahwa hiperglikemia juga akan menyebabkan terjadinya pergeseran air dan kalium dari ruang intraselular ke ruang ekstraselular. Pergeseran kalium ini akan ditingkatkan lebih lanjut dengan adanya asidosis. Deplesi kalium disebabkan oleh karena adanya kehilangan kalium hebat di urin sebagai akibat diuresis osmotik dan kemudian peningkatan hantaran cairan dan natrium ke situs sekresi kalium pada nefron distal. Keadaan ini dapat dieksakserbasikan lebih lanjut oleh intake oral yang buruk, muntah dan hiperaldosteronisme sekunder. Keadaan inilah yang nantinya dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (Sumantri, 2009:8).
5. Komplikasi Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Komplikasi yang dapat terjadi pada ketoasidosis diabetik diantaranya adalah edema serebral, Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan asidosis hiperkloremik. Banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya edema serebral, diantaranya adalah perbaikan hiperglikemia yang terlalu cepat sehingga air kembali ke intra seluler. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) secara tipikal terjadi selama pengobatan KAD dengan pengganti cairan dan elektrolit dan pemberian insulin. Faktor utama terjadinya ARDS adalah infuse kristaloid yang berlebihan. Asidosis hiperkloremik mungkin disebabkan oleh sejumlah besar ketoanion diekskresi melalui urine selama terjadinya KAD, ada insufisiensi kuantitas ketoanion yang bersedia untuk mengkoreksi asidosis secara penuh selama metabolisme ketoanion diperantarai insulin, infus intravena cairan yang mengandung klorid yang melebihi kadar klorid plasma, efek ekspansi volume dengan cairan bebas bikarbonat, perpindahan NaHCO3 intraseluler selama koreksi KAD. Adapun komplikasi lain dapat berupa hipoglikemia dan hipokalemia. Kedua keadaan ini sering disebabkan oleh pengobatan insulin dosis tinggi, tetapi jarang ditemukan pada pengobatan insulin dosis rendah (Suastika, 2009:121-123). Dari hasil jurnal sebelumnya didapatkan hasil bahwa KAD juga dapat menyebabkan pneumomediastinum. Akibat dari mual dan muntah yang berlebihan (50-80%) dan pernapasan yang cepat dan dalam (kussmaul) dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra alveolar sehingga menyebabkan pecahnya alveoli, akibatnya terjadi kebocoran disepanjang selubung perivaskuler dan udara masuk ke mediastinum sehingga terjadi pneumomediastinum (Cerroni, 2013: 1-5)
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang pada KAD dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium. Yang perlu diperiksa diantaranya adalah glukosa (glukosa serum biasanya diatas 300 mg/dl). Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0.15 mM/L). Asidosis metabolic ditandai dengan kadar bikarbonat serum dibawah 15 mEq/l dan pH arteri dibawah 7,3. Selanjutnya adalah pemeriksaan elektrolit yang didalamnya ada natrium, kalium dan fosfat. Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan masuknya cairan intraselular ke ruang ekstraselular. Kadar kalium juga bisa rendah, normal dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravascular. Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit seperti kadar kalium. Selanjutnya adalah pemeriksaan kadar nitrogen ureum darah (BUN), biasanya 20-30 mg/dl mencerminkan hilangnya volume sedang. Leukositosis sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD. Amylase serum dapat meningkat dan Transaminase juga dapat meningkat (Suastika, 2009:114-115).
Dari pemeriksaan penunjang tersebut didukung oleh hasil jurnal sebelumnya bahwa ada hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar beta hidroksibutirat. Oleh karena itu pemeriksaan kadar beta hidroksibutirat dalam darah juga diperlukan untuk melihat tingkat keparahan KAD. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6 mmol/L dianggap normal, diatas 1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L menunjukkan indikasi adanya KAD. Dari 778 penderita DM didapatkan 520 penderita (66,84 %) mempunyai kadar beta hidroksibutirat dalam keadaan normal (< 0,6 - < 1,0 mmol/L). Sebanyak 150 penderita (19,28 %) mempunyai kadar beta hidroksibutirat antara 1,0 - 3,0 mmol/L dengan kriteria ketosis dan 108 penderita (13,88%) mempunyai kadar beta hidroksibutirat > 3,0 mmol/L dengan kriteria adanya indikasi ketoasidosis diabetik (Mardiana, 2014:157-161)
7. Penatalaksanaan Medis
Rehidrasi cepat merupakan tindakan awal yang harus segera dilakukan. Cairan yang dipilh adalah NaCl 0,9%, meskipun ada pendapat lebih baik digunakan 0,45%. Pemberian cairan sebanyak 1 liter pada 30 menit pertama kemudian 0,5 liter pada 30 menit kedua, jadi berjumlah 3 liter pada jam pertama. Setelah itu cairan diberikan sesuai tingkat dehidrasi. Pada permulaan diagnosis, plasma expander sangat berguna pada keadaan syok. Bila kadar glukosa darah < 200 mg/dl, NaCl 0,9% segera diganti dengan dektrose 5% (Suyono, 2009:167-168). Dari hasil jurnal sebelumnya didapatkan hasil bahwa pemberian cairan kristaloid NS (Normal Saline) yang berlebihan dan terus menerus dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik, untuk itu perlu diberikan cairan kristaloid yang elektrolitnya seimbang dengan kesamaan komposisi plasma dan menurunkan terjadinya perubahan biokimia dalam elektrolit. Cairan plasma-lyte adalah cairan kristaloid yang tepat untuk penderita KAD, karena kandungan elektrolitnya yang seimbang dengan kesamaan komposisi plasma dan menurunkan terjadinya perubahan biokimia dalam elektrolit. Jadi pemberian cairan kristaloid plasma-lyte lebih disarankan pada penderita ketoasidosis diabetik untuk mencegah terjadinya asidosis hiperkloremik (Stowe, 2012:3).
Pemberian insulin mulai diberikan pada jam ke-2 dalam bentuk bolus (intravena) dosis 180 mU/Kg BB, dilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/jam/KgBB dalam NaCl 0,9%. Bila glukosa darah < 200 mg/dl, kecepatan dikurangi menjadi 45 m U/jam/KgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg/dl selama 12 jam dilanjutkan dengan drip insulin 1-2 unit/jam dan dilakukan penyesuaian kebutuhan insulin setiap 6 jam. Koreksi natrium bikarbonat dilakukan bila pH < 7,1. Pemberian bikarbonas berlebihan dan tidak tepat akan menimbulkan asidosis serebral. Pemberian kalium agak penting terutama pada pasien yang tidak mengalami syok. Cara pemberian tergantung skema pengobatan yang dipergunakan. Suplementasi kalium dapat dilakukan perinfus atau bila pasien sadar dapat diberikan peroral. Bila pH naik kalium akan turun, oleh karena itu pemberian natrium bikarbonat disertai dengan pemberian kalium. Untuk mencegah infeksi atau meluasnya infeksi maka sebaiknya antibiotika adekuat diberikan pada waktu permulaan. Bila keadaan tidak memungkinkan dapat diberikan sefalosporin 2-3 g intra vena per hari atau floxacine sambil menunggu hasil mikroba dan resistensinya (Suyono, 2009:167-168).
8. Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU). Catat data-data tentang kadar glukosa darah, keton serum, elektrolit, BUN, keratin serum, kalsium, fosfat, gas darah, glukosa urine, dan keton. Cairan keluar dan masuk dicatat dengan cermat, juga mengenai jenis cairan yang diberikan dan cara, waktu dan jumlah insulin yang diberikan. Jika penderita dalam keadaan syok, stupor atau koma, pasang selang nasogastrik terutama pada penderita muntah, dan pasang kateter urine. Pemeriksaan kadar kalium serial adalah vital.
Elektrokardiogram dapat memberikan penilaian cepat adanya hiperkalemia (gelombang T tinggi) dan hipokalemia (gelombang T mendatar dan adanya gelombang U). hiporefleksia atau ileus juga merupakan tanda adanya hipokalemia. Mengamati gejala neurologik sangat penting, walaupun jarang tetapi sangat berbahaya kemungkinan adanya edema otak. Periksa gula darah setiap 30-60 menit pada awal pengobatan untuk mengetahui turunnya glukosa darah dan untuk menentukan saat mulainya ditambahkan cairan dektrosa lewat infuse (Suastika, 2009:115-116).
Sumber : Gonce, 2011:1302)
0 Response to " DEFINISI KETOASIDOSIS DIABETIK " Definiton Diabetic Ketoacidosis "
Post a Comment